Mulai dari tidak dilaporkannya LPj keuangan dan tidak dibagikannya materi LPj kepada peserta musda, khususnya para pemohon.
Ia juga menyayangkan sikap termohon III selaku pimpinan sidang pada musda yang mengabaikan keberatan dan interupsi pemohon dan sejumlah peserta sidang.
Hal itu menjadi bukti bahwa ada pelanggaran terhadap hak-hak peserta sidang, dimana proses berdemokrasi kala itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Lebih parah lagi, Syahrir menjabarkan adanya pengabaian atas hasil voting terkait LPj Ulla, termasuk perihal siapa yang layak memimpin Demokrat Sulsel.
Kala itu, 16 DPC menolak LPj Ulla. Pada forum yang sama, 16 DPC memilih IAS menjadi ketua, DPP abstain dan hanya 8 DPC yang memilih Ulla.
Yang disayangkan, kata Syahrir, adalah keputusan sepihak dari pimpinan sidang yakni termohon III yang terkesan menerima LPj Ulla, meski mayoritas pemilik suara menyatakan menolak.
Langkah dari pimpinan sidang jelas menyalahi proses dan prinsip demokrasi, serta tidak dibenarkan karena akan membuat proses pengambilan keputusan selanjutnya menjadi tidak sah.
"Keputusan sepihak dari termohon III terkait keputusan musda yang seolah-olah dinyatakan diterima dengan catatan pada agenda penyampaian dan penilaian laporan pertangggungjawaban DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan adalah tindakan illegal/tidak sah," tegas Syahrir.
Menurut dia, hasil musda yang menolak LPj Ulla semestinya ditindaklanjuti dengan tidak bisanya yang bersangkutan untuk kembali maju mencalonkan diri sebagai ketua.
Sebab yang bersangkutan semestinya dianggap cacat organisasi, sehingga tidak lagi layak untuk memimpin partai.