“Incenerator DPLH Sulsel menjadi terbaik dan percontohan di Indonesia ,” kata Andi Sudirman Sulaiman.
UPT ini pun menjadi salah satu prioritas Andi Sudirman di tahun 2022 untuk penambahan kapasitas pemusnahan limbah B3 dengan target kapasitas 250 Kg/jam.
Kepala Dinas PLH Sulsel Andi Hasbi menyebut, terkait incenerator bantuan tersebut di Provinsi lain belum ada yang lengkap perizinannya, semua beroperasi karena adanya edaran dari Kemenko Marves yang memerintahkan semua incenerator yang ada, baik yang sudah berizin maupun belum berizin agar dimanfaatkan untuk membantu memusnahkan limbah Covid-19.
Demikian pula dengan pengoperasiannya. Incenetaror UPT PLB3 Sulsel telah beroperasi maksimal sekitar 20 jam sehari dengan teknik yang sesuai dengan aturan pemerintah dan sesuai dengan aturan keselamatan dan jam kerja.
Di sisi lain dengan pengoperasian incenrator ini, Pemprov Sulsel selain terbantu dalam pemusnahan limbah medis yang terproduksi, juga mendapat pemasukan PAD yaitu sekitar Rp6 miliar pada tahun 2021.
Hal lain yang juga sangat penting adalah dengan beroperasinya incenerator ini, telah membantu meringankan biaya operasional rumah sakit di Sulawesi Selatan, bahkan seluruh Indonesia.
“Pak Luhut bahkan minta ke direktur PLB3 Kementerian LHK untuk mengajak Provinsi lain belajar ke Sulsel,” sebutnya.
Sebelum beroperasinya incenerator Pemprov Sulsel, biaya yang ditanggung rumah sakit rata-rata Rp. 50 ribu/kg limbah medis. Namun, setelah dihitung secara teknis sebagai dasar penetapan tarif pemusnahan di incenerator Pemprov Sulsel hanya dibutuhkan Sekitar Rp25 ribu/kg dan akibat penetapan tersebut menyebabkan pelaku usaha incenerator secara nasional juga menurunkan tarifnya.