FAJAR.CO.ID, YOGYAKARTA - Salat Idulfitri di tanah lapang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitarnya pada Idulfitri 1443 Hijriyah. Diperbolehkannya salat Id di tanah lapang dan masjid seiring dengan izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kota Yogyakarta.
“Perkembangan kasus Covid-19 di Kota Yogyakarta akhir-akhir ini sudah turun. PPKM pun sudah turun level sehingga salat Idulfitri bisa kembali digelar berjemaah di tanah lapang atau masjid,” kata Kepala Kantor Kemenag Kota Yogyakarta Nur Abadi pada Sabtu (30/4).
Bagi masyarakat Kota Yogyakarta pelonggaran dengan diperbolehkan salat Id di tanah lapang disambut dengan antusias setelah beberapa tahun terhalang pandemi. Hal tersebut bukan tanpa alasan. Masyarakat Yogyakarta sendiri cukup akrab dengan salat Id di tanah lapang. Dilansir dari laman resmi PP Muhammadiyah, organisasi masyarakat tersebut adalah yang pertama kali memperkenalkan praktik salat Id di tanah lapang.
Pada 1926 salat Id pertama kali digelar di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. Haedar Nasir dalam bukunya berjudul Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010) menuliskan Kiai Ahmad Dahlan telah berusaha keras memahamkan umat Islam untuk salat Id di lapangan.
Anjuran tersebut mengikuti sunah Rasulullah dengan melaksanakan salat Id di lapangan terbuka.
Kemudian, salat Id di lapangan pada 1926 tersebut juga merujuk pada hasil keputusan Muktamar Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya. Keputusan muktamar tersebut disambut oleh konsul dan cabang Muhammadiyah di seluruh penjuru Indonesia yang mulai rutin melaksanakan salat id di tanah lapang di tahun-tahun berikutnya. Kemudian, St. Nurhayat dkk dalam Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi dan Sistem Nilai (2019) menyebutkan pelaksanaan ibadah salat id di lapangan berawal dari kritikan seorang tamu dari India.