Di masa kepemimpinan Kiai Ibrahim antara 1923-1933 itu, sang tamu mengkritik Muhammadiyah yang melaksanakan salat id di Masjid Keraton Yogyakarta. Sang tamu beranggapan, Muhammadiyah sebagai gerakan pencerahan sepatutnya melaksanakan salat Idulfitri dan Iduladha seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, yaitu di tanah lapang. (jpnn)