"Kami hari ini benar-benar memperjuangkan nasib pers, kebesaran pers dan kebebasan dari masyarakat (berpendapat). Semua instansi pemberitaan wajib memberitakan kepada khalayak ramai, tentunya dengan sumber yang jelas. Dalam perkara ini, teman-teman media sudah menghasilkan karya jurnalistik, dan kami anggap sudah sesuai dengan kaidah hukum," ujarnya.
Hal serupa dikemukakan Samsul Asri SH MH mengatakan selama ini sejumlah media yang digugat tak pernah menerima hak jawab, hak koreksi atau surat keberatan dan somasi dari penggugat.
"Jadi kami perlu klarifikasi bahwa penggugat hingga saat ini belum pernah menggunakan hak koreksi, hak jawab dan atau somasi kepada media yang digugat," kata Samsul dibenarkan Hasman.
Samsul Asri SH MH menambahkan, kasus ini sebenarnya adalah berita yang diperkarakan penggugat merupakan karya jurnalistik yang mestinya diselesaikan di Dewan Pers.
"Intinya kita tidak ingin ada kasus seperti ini lagi di Sulsel bahwa Berita kedulawarsa, masih dipersoalkan secara hukum tanpa melihat konteks bahwa kasus ini ranahnya pemberitaan," ujarnya.
Untuk diketahui, pihak tergugat juga telah melakukan koordinasi kepada Dewan Pers untuk menanggapi kasus ini secara tertulis agar menjadi pertimbangan hakim di PN Makassar.
Gugatan Para penggugat terhadap enam media tersebut, kata Samsul, dipastikan terkait pemberitaan, yaitu hasil Konferensi Pers terkait status Raja Tallo, tertanggal 18 Maret 2016, (sebagaimana dituangkan dalam poin 12 salinan surat gugatan dari Penggugat).
Berita yang dimaksud adalah hasil Konferensi Pers (tergambar dalam foto narasumber pada berita), dimana semua isi pemberitaan berdasarkan keterangan dari narasumber, sebagaimana yang dimaksud Penggugat.