Dengan demikian, karena materi ini terkait pemberitaan, seharusnya ini masuk dalam pranata hukum Pers sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, yang mengatur tentang sengketa pemberitaan, yakni Pasal 1 ayat 11 dan 12 tentang hak yang diberikan oleh UU Pers untuk digunakan sebagai bagian dari fungsi UU Pers itu sendiri.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) adalah lex specialis (hukum yang lebih khusus), Sehingga dalam hal terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers.
UU Pers juga merupakan ketentuan khusus yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan jurnalistik: mulai dari mencari, memilah, dan memberitakannya sampai ke mekanisme penyelesaian permasalahan yang timbul akibat pemberitaan pers.
Oleh karena itu, penyelesaian sengketa pemberitaan juga mengacu pada Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers.
Mekanisme penyelesaian yang dapat ditempuh dalam hal terdapat pemberitaan yang merugikan pihak lain adalah melalui hak jawab (Pasal 5 ayat [2] UU Pers) dan hak koreksi (Pasal 5 ayat 3 UU Pers).
Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.