"Muara dari semua itu, insyallah tidak lama lagi Komisi A akan turun ke lapangan. Untuk melihat. Kita mau lihat apa benar ini laporan bahwa dengan adanya kebijakan pemerintah ini (PPKM level 3) kemudian ada impact terhadap usaha mereka. Kita mau lihat, lantas apakah usaha mereka ini sudah memenuhi regulasi?. Kita juga mau tahu apakah usaha ini sudah mendapat pelayanan dari pemerintah, karena mereka juga itu usaha-usaha yang retribusi terhadap PAD kita," jelas Wahab.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Satu Pintu (PTSP) Kota Makassar, Andi Zulkifly menjelaskan bahwa pasa Perda 4 tahun 2012.
Di dalamnya menyebutkan, tempat usaha yang diizinkan menjual minol adalah bar dan diskotik, tidak menyebutkan cafe.
"Tetapi disitu juga menyebutkan wali kota bisa menunjuk tempat atau cafe yang bisa menjual alkohol. Ada juga tertuang di Perwali nomor 17 tahun 2019," jelasnya.
Ia juga mengusulkan untuk mengkaji ulang perwali tersebut dengan menekankan aturan tempat usaha yang diizinkan menjual minol agar dapat sinktron dengan perda.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Usaha Hiburan Malam (AUHM) Zulkarnain Ali Naru mengatakan, tidak semua usaha kafe masuk pada klasifikasi tempat hiburan.
Ada tiga asosiasi di Makassar saat ini yakni, Asosiasi Tempat Hiburan, Asosiasi Refleksi dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Melalui RDP ini, pihaknya berharap para pengusaha tempat hiburan mendapat pengutan legalitas yang dimiliki. Sebab saat ini usaha tempat hiburan di Makassar masih amburadul.
"Seperti kita ketahui memang, selama ini tempat hiburan amburadul karena tidak didukung dengan regulasi yang benar, contoh biar penjual songkolo nanti dibilangmi THM. Saya tidak pernah setuju namanya tempat hiburan malam, saya lebih condong memakai usaha hiburam untuk membedakan mana usaha hiburan dan mana THM," ujar Zurkarnain.