Saat pertama kali diperkenalkan, sebagai sebuah BUV Kijang memiliki ciri-khas tersendiri yaitu posisi mesin yang berada di depan. Sehingga Kijang memiliki ‘hidung’ alias bonnet yang lebih aman ketimbang model pick-up dengan mesin di bawah tempat duduk depan, serta lebih nyaman karena tidak ada gangguan panas dan suara mesin. Keunggulan tersebut mendorong Toyota untuk memproduksi Kijang tipe cab berlantai sebagai platform karoseri yang menjadi basis minibus. Sambutan positif langsung diberikan oleh masyarakat Indonesia yang mendambakan kendaraan minibus dengan harga terjangkau, praktis, perawatannya mudah, daya angkut besar, dan aman. Selanjutnya, generasi kedua Kijang yang lahir di tahun 1981 dan menjadi tonggak bersejarah dimulainya era Kijang sebagai mobil penumpang.
Semakin mengutamakan kenyamanan berkendara, Toyota terus berinovasi yang berujung pada hadirnya Kijang generasi ketiga atau ‘Kijang Super’ mulai tahun 1986. Kijang Super tampil lebih modern, dengan proses manufaktur lebih canggih yang diberi nama Full Pressed Body (FPB) sehingga memiliki kualitas lebih baik. Kijang Super kembali mendapatkan improvement terkait proses perakitan bebas dempul dengan nama Toyota Original Body (TOB) pada tahun 1992. Sebagai minibus bercitarasa sedan, Kijang Super begitu diminati keluarga Indonesia.
Kijang mengalami evolusi besar pada desain dan semakin mengukuhkan posisinya sebagai mobil keluarga Indonesia dengan kedatangan generasi keempat ‘Kijang Kapsul’ tahun 1997. Semangat Genchi Genbutsu membuat Toyota selalu ingin memberikan produk terbaik sesuai kebutuhan keluarga Indonesia dan tuntutan zaman yang selalu berkembang secara dinamis. Survey dan riset langsung ke lapangan membawa kesimpulan untuk menghadirkan Kijang baru dengan fokus kepada kendaraan penumpang ketimbang niaga. Alhasil, desain membulat dan modern di eranya membuat keluarga Indonesia kian mencintai Kijang, di samping kenyamanan berkendara yang semakin premium.