Begitu masuk kuliah, ia juga langsung masuk Himpunan Mahasiswa Islami (HMI). Dia mengakui semangatnya untuk melanjutkan pendidikan bukan karena murni tertarik kuliah tapi karena semangat untuk berorganisasi.
“Saya termotivasi untuk bisa seperti dia. Sedikit-sedikit belajar sama senior. Akhirnya berjalan waktu ada pemilihan BEM. Saya dipercayakan masuk Sekretaris BEM saat itu. Bukan orator, paling tidak ada beberapa aksi,” ucapnya.
Dia mengaku tertarik ingin menjadi seorang aktivis. Hingga hampir membuat kuliahnya terbengkalai.
Meski tidak begitu aktif secara struktural di HMI, ilmu yang didapatkannya disana menjadi bekalnya di organisasi yang ia tekuni.
Dia kemudian aktif membaca buku seperti buku Kahlil Gibran dan sejumlah buku filosofi lainnya. Sempat kuliahnya hampir terbengkalai karena organisasi. Namun ia sadar, akademik tetap harus jadi yang utama.
Semasa kuliah, Muzakkir aktif di lembaga kemahasiswaan kampus dan himpunan pelajar mahasiswa Indonesia (Hipmi) Pare-Pare.
Ia sempat menjabat sebagai sekjen di lembaga kemahasiswaan kampus tingkat fakultas dan menjadi ketua umum HIPMI. Serta Ketua di Granat (Gerakan Nasional Antinarkotika). Hingga sekitar tahun 2006 ia diangkat menjadi ketua umum pusat HIPMI.
Di masa-masa akhir semester, salah satu hal yang cukup berkesan kata dia ketika ada demo besar-besaran di Indonesia Timur terkait dengan kenaikan BBM.
Saat itu Jusuf Kalla menjabat sebagai Wakil Presiden. Akhirnya para massa demonstran melakukan aksi di depan rumah jabatan JK.
“Kenaikan BBM sekitar tahun 2005-an. Dan serentak di seluruh Indonesia pada saat itu sudah bergejolak. Masyarakat sudah mulai resah karena kebetulan kenaikan BBM bersentuhan dengan bahan pokok. Rapatlah kami, sepakat untuk melakukan aksi. Fokusnya memang di Makassar. Semua Indonesia Timur bersamaan,” sebutnya.