Piutang Retribusi Sampah Rp2,8 Miliar Hilang Jejak, Kebocoran Berkepanjangan

  • Bagikan
Ilustrasi. (int)

Salah satu sumber yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa dirinya telah menjadi penarik retribusi sampah sejak lama.

“Kita itu hanya dikasih target Rp1,5 juta per bulan dari pak lurah, sementara rumah yang ditagih itu 100 lebih,” ungkapnya.

Dia menyampaikan, perannya sebagai penagih individu, bukan RT.

“Tapi saya sisa dari yang saya tarik itu, disepakati untuk beli kursi dan tenda untuk dimanfaatkan masyarakat wilayah yang saya tagih jika punya acara," katanya.

Hal yang dilakukannya itu, katanya, banyak juga dilakukan di wilayah lain. Bahkan, ada yang betul-betul menjadikan itu sebagai profesi.

Terpisah, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Makassar, Firman Pagarra, mengatakan, terkait penarikan retribusi sampah ini sudah sangat perlu ada inovasi berbasis digital di kecamatan.

“Jadi capaian bisa bagus, real time, dan transparan,” ujarnya kepada FAJAR, beberapa waktu lalu.

Hingga saat ini Bapenda selaku koordinator pendapatan mengawal dan mensupervisi setiap penerimaan jenis pajak dan retribusi. Sehingga memang sisa kecamatan ini harus lebih inovatif.

Sementara itu, masalah retribusi sampah ini telah terjadi beberapa tahun sebelumnya. Bahkan, adanya temuan piutang retribusi sampah Rp2,8 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun Anggaran 2020.

Namun, nasib temuan tersebut tidak jelas. Pihak-pihak terkait yang dikonfirmasi FAJAR justru tak mengetahui lagi masalah tersebut. Bahkan Inspektorat Makassar tidak memberikan penjelasan terkait hal itu, pihaknya enggan menanggapi. (selfi/fajar)

  • Bagikan

Exit mobile version