Kemudian, setelah mempelajari penanganan kasus yang kami laporkan dan kami nilai sangat lambat, maka kami kemudian mencermati ada tiga kejanggalan dalam penanganan kasus ini.
"Pertama, Kami menilai bahwa Polda Sulsel tidak mampu melakukan penindakan tegas terhadap dugaan pelanggaran pidana pengrusakan hutan yang melibatkan pejabat negara yakni oknum anggota dewan. Kedua, Bukti yang kami ajukan ke Polda Sulawesi Selatan sudah cukup kuat untuk penyidik melakukan penetapan tersangka, namun sampai saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan. Terakhir, Alasan Polda Sulsel yang masih menunggu pihak BPKH untuk melakukan telaah titik koordinat dari sejak bulan Mei sampai sekarang belum menemukan hasil. Inilah yang kami catat sebagai kejanggalan penangan kasus yang telah kami laporkan", Ujar Arfiandi.
Pada kesempatan yang sama, Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulawesi Selatan, juga berkomentar dalam konferensi pers yang dilakukan siang tadi (8/07/2022). Menurutnya, pelaporan ini muncul berawal dari keresahan warga yang menyaksikan langsung hutannya di rusak. Lalu kemudian melaporkan kasus ini ke WALHI Sulawesi Selatan.
"Setelah punya cukup bukti yang kuat, kami pun melaporkan kasus ini ke Polda Sulsel dan Balai Gakkum Sulawesi. Ini kami lakukan untuk menguji seberapa netralnya penegakan hukum lingkungan terhadap oknum pejabat", ujar Amin.
Selanjutnya, Amin juga menjelaskan bahwa pelaporan kasus pengrusakan hutan ini telah kami laporkan sejak tujuh bulan lalu, namun sampai sekarang belum ada informasi pasti dari pihak penyidik.