Meski pihak Balai menargetkan SK penetapan lokasi terbit akhir Juli, orang nomor satu Makassar ini tegas akan menolak dan tak akan bertanggung jawab jika ada keributan yang ditimbulkan.
Menurut Danny, konsep elevated itu sudah diusulkan sejak awal karena konsep at grade disebut bertentangan dengan tata ruang.
Meski dengan konsep elevated membutuhkan anggaran tiga kali lipat dibandingkan at grade, Wali Kota Makassar dua periode ini menyebut tidak masalah. Karena konsep at grade yang cenderung lebih membutuhkan anggaran yang tidak besar, dampak negatifnya tiga kali lipat.
Menurutnya, penganggaran dengan sistem investasi tidak masalah jika APBN tidak memungkinkan, asalkan elevated.
“Kalau elevated banyak sekali masalahnya loh. Banjir, dia mau tanggung itu banjir. Lebih mahal itu bikin penanggulangan banjir yang dibikin seperti di Barru. Salah desain itu,” tutur Mantan Dosen Arsitek Unhas ini.
Lanjut dia menyebut pembangunan rel kereta api yang ada di Barru cukup jadi pembelajaran karena banyak sawah-sawah yang hancur dan juga membuat air terhambat.
“Kalau at grade itu nanti orang tidak bisa masuk di sungai Tallo. Tapi kan rendah itu, lebih rendah dari jembatan Tallo. Banyak sekali masalahnya. Saya membayangkan bagaimana susahnya nanti kalau dia bikin model begini,” tambah Danny.
Sebagai pemerintah daerah yang memiliki wilayah, Danny merasa tidak dihargai.
“Kenapa Palembang dan Medan bisa elevated, apakah memang kita ini seperti di negeri tertinggal. Harga diri orang Makassar dihina kalau begitu. Bilang mahal, kenapa disana dibikin. Kenapa disini tidak,” pungkasnya.