"Ketika beliau sudah pensiun dari Kantor Wilayah Koperasi Provinsi Sulawesi Selatan, ia sering ikut dengan setia pada kegiatan-kegiatan saya, misalnya di rapat dan pertemuan saya dengan teman-teman atau komunitas saya," lanjut Lutfiah.
Jika ia tidak ikut maka setiap saat atau sepanjang jalan, Lutfiah harus angkat teleponnya. "Dia banyak tanya, mama sudah di mana? Apa sudah melewati jalan ini? Dan berbagai pertanyaan sepanjang jalan," beber istri Almarhum Daeng Tangnga dengan suara terisak.
Diakatakannya, Sang Suami adalah orang saleh, taat beribadah, ketika tiba waktu salat, dia pasti bangun salat. 3 hari sebelum Idulkurban kemarin, rahangnya terasa sakit dan bengkak, sehari kemudian, dia tidak bisa makan, dan pada hari raya Iduladha, dia hanya di mobil menyaksikan hewan kurbannya dipotong oleh panitia kurban di Masjid.
"Esoknya, kami bawa ke dokter di Rumah Sakit Hermina Makassar. Beberapa jam kemudian, beliau wafat di usia 74 tahun. Kami merelakan dengan duka yang mendalam. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Tiba saatnya, suamiku dipanggil dan diambil oleh Pemiliknya, Allah Swt," ungkap Lutfiah Hamid.
Sebelumnya, sejak era Pandemi Covid-19, mendiang sudah kena penyakit Alzheimer. Sang Istri bersama anak-anak dan cucu merasa kehilangan besar. Almarhum dikuburkan di tempat kelahirannya, di Pekuburan Keluarga Paccikong Baja, Labakkang, Pangkep, 11 Juli 2022 lalu.
"Saya yakin kami akan dipertemukan kembali oleh Allah di Surga-Nya," pungkas Lutfiah Hamid.
Acara Takziyah oleh Bapak Prof. Hafid Abbas kemarin malam terasa lengkap dengan pembacaan Alquran oleh Hj Bongariah; testimoni dan sambutan oleh beberapa orang dekat keluarga besar Almarhum Muhammad Rani Daeng Tangnga.