FAJAR.CO.ID, SENGKANG -- Banjir yang merendam jalan Trans Sulawesi dan permukiman warga di Desa Liu Kecamatan Majauleng kemarin adalah tanggung jawab bersama. Kondisi sungai yang dangkal dan sempit pemicu utama.
Hal itu diutarakan Camat Majauleng, Eka Jayaputra usai mengunjungi warganya di Dusun Tarumpakkae yang terdampak banjir, Selasa, 30 Agustus kemarin.
Kata dia, beberapa titik wilayah masih ada yang tergenang sisa banjir kemarin. Bencana alam tersebut terjadi akibat tidak maksimal Jembatan Sungai Panrenge II, menampung air kiriman dari hulu.
"Lebar sungai sekarang mengecil akibat sedimentasi. Belum lagi dangkal karena sampah yang mengendap di dasar. Daerah resapan air di hulu sungai sudah berkurang, hutannya mulai ganti fungsi atau gundul," ujar mantan Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Wajo, Rabu, 31 Agustus.
Jembatan Sungai Panrenge II, menerima air dari hulu Sungai Gilireng di Kecamatan Gilireng. Kemudian bermuara di Teluk Bone di Desa Akkotengeng Kecamatan Sajoanging.
Dia menambahkan, naiknya air di ruas jalan nasional bukan pertama kalinya. Tahun 2021 lalu di bulan yang sama, ketinggian air di jalan lebih parah hingga memutus arus lalulintas poros Wajo - Palopo.
"Sepertinya berpotensi menjadi langganan banjir, bila tidak ada penanganan serius. Normalisasi sungai. Khususnya daerah serapan di hulu," terangnya.
Selain merendam puluhan rumah warga. Banjir juga masih menggenangi areal persawahan di Desa Liu seluas 185 hektare (ha), Botto Benteng 145 ha, dan Lamiku 56 ha.
"Perkiraan puso belum bisa dipastikan. Karena banjir ini sifatnya hanya lewat dan sore kemarin surut," ucapnya.
Menyikapi hal itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Wajo, Andi Pameneri mengaku, beberapa titik Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wajo perlu diperhatikan. Lantaran terjadi pendangkalan, sudah tidak maksimal.