Muh. Rudi Rumengan,
Praktisi CSR dan Pemerhati Pertambangan Berkelanjutan
Kampung halaman di Luwu Timur
PT Vale Indonesia (Vale), salah satu perusahaan multinasional dalam pertambangan Nikel yang terintegrasi, memang selalu menarik diikuti perkembangannya. Beberapa bulan ini kita ikuti bagaimana manajemen Vale sangat serius untuk ekspansi, melalui kerjasama dengan beberapa perusahaan asing untuk membangun smelter di site Morowali Sulteng dan site Pomalaa Sultra. Namun, tiba - tiba ada berita penolakan penpanjangan kontrak karya PT. Vale Indonesia Tbk yang disuarakan Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, bersama Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi dan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Rusdy Mastura dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen dan Plh. Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI di depan Rapat Panja Vale Komisi VII DPR RI di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (8/9/2022) lalu.
Dari berita yang beredar, ketiga Gubernur tersebut menilai kontribusi Vale selama ini masih kecil termasuk dalam lingkungan hidup, pendapatan daerah, dan lainnya sehingga mereka meminta konsesi lahan Vale sebaiknya dikembalikan kepada BUMD Provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing. Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, berkomitmen dan bertekad untuk mengambil alih lahan bekas tambang PT. Vale Indonesia, Tbk yang sudah direklamasi perusahaan di Blok Sorowako, Luwu Timur serta meminta lahan Kontrak Karya yang akan berakhir di tahun 2025 tidak diperpanjang. Jika konsesi lahan Vale dapat dikelola oleh BUMD, maka akan leboh dikontrol untuk kesejahteraan masyarakat. Anggota Panja dari partai PDIP dari Dapil Sulawesi Selatan, Andi Ridwan Wittiri (ARW), pun meminta perpanjangan kontrak karya PT Vale Indonesia dikaji dengan baik. Terlebih selama ini, pemerintah dan warga setempat tak banyak menikmati manfaat. “Di sinilah saatnya, apakah memungkinkan tidak diperpanjang atau diciutkan sisanya untuk BUMN atau BUMD," sebutnya (fajar.co.id)