"Nah kebijakannya harusnya seperti itu (mendukung sarana publik), tapi saya tidak tau kebijakannya seperti apa," ujarnya.
Menurutnya kebijakan ini tidak masalah jika hanya diterapkan sepanjang sekilo hingga dua kilo, sebaliknya jika lebih dari itu justru akan mengganggu sarana transportasi publik yang telah diusahakan oleh pemerintah pusat untuk Makassar.
"(Mungkin) ASN di Makassar itu, yah bisa saja kalau jaraknya sekilo atau dua kilo silahkan saja," lanjutnya.
Dia mengingatkan telah ada MoU yang jelas dengan kota-kota yang telah disuplai dengan layanan BTS tersebut, sehingga Pemda mesti memahami kebijakan-kebijakan yang diambilnya.
MoU itu sudah jelas apa yang jadi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Baik Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat sendiri.
Dia optimis Wali Kota Makassar masih komitmen dengan isi dari MoU tersebut, makanya hal ini akan ditanyakan ke Wali Kota sendiri.
"Kita baru dapat informasi seperti ini, sore ini," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno menilai, kebijakan Wali Kota Makassar ini sudah jelas menempatkan posisi Pemda uang tak komitmen dengan MoU yang telah diteken bersama Kemenhub untuk mendukung BTS dan implementasi push and pull di Makassar.
"Wali Kota sudah melanggar UU 22 Tahun 2009, Pasal 138 dan 139 (kewajiban Pemda menjamin ketersediaan angkutan umum), sehingga wali kota bisa digugat dan dituntut karena lalai atas kewajiban menyediakan angkutan umum yang aman, nyaman, selamat dan terjangkau," ujarnya.