"Nah ini juga sebenarnya berkaitan dengan yang namanya mencari perizinan usaha yang menggunakan NIB. Karena tentu saja untuk mengakses OSS tersebut, para UMKM itu perlu adanya pengakuan digital literasi yang cukup baik," imbuhnya.
Apabila usia pelaku UMKM di bawah 40 tahun, menurut Zahra, OSS tidak menjadi kendala karena mereka lebih digital literate.
"Tapi buat yang di atas 40 tahun atau pendidikan masih relatif rendah, ini menjadi suatu tantangan. Mungkin ini tantangan yang patut dijadikan perhatian pemerintah dan stakeholder lainnya," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Bhirawa Ananditya Wicaksana selaku Ketua Tim Kajian Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI menyatakan ada tiga kelompok pengusaha yang tergabung di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
"Pertama dia yang sifatnya startup phase. Pengusaha muda. Jadi baru memulai usaha," jelasnya.
Sementara kategori kedua, lanjut Wicaksana, pengusaha growth phase. Dimana seorang pengusaha muda bergabung dengan HIPMI dalam rangka meningkatkan pendapatan serta koneksi dan lain sebagainya.
"Kemudian, ada yang masuk ke growth phase. Jadi masuk ke HIPMI untuk meningkatkan pendapatan, serta untuk mengembangkan koneksi dan lain-lain. Ketiga adalah maturity phase," ujarnya.
Lebih lanjut, Wicaksana menjelaskan, pengurus HIPMI telah melakukan profiling terhadap para pengusaha yang masuk ke organisasi ini agar bisa memberikan treatment atau perlakuan serta program yang sesuai dengan level usahanya.
Selama ini, kata Wicaksana, pihaknya aktif dalam program pemerintah, khususnya BPKM dalam mengawal pengaplikasian Nomor Induk Berusaha.