Petani Cuma Merugi, Pemkab Diminta Ambil Alih Pengoperasian BGT

  • Bagikan
MPC Pemuda Pancasila Wajo mendampingi masyarakat pesisir Danau Tempe dari 4 kecamatan mendatangi Gedung DPRD Wajo, Kamis, 6 Oktober. (FOTO: IMAN SETIAWAN P/FAJAR)

FAJAR.CO.ID, SENGKANG -- Masyarakat pesisir Danau Tempe di Kabupaten Wajo mendatangi Gedung DPRD Wajo, Kamis, 6 Oktober. Mereka dirugikan akibat fungsi Bendung Gerak Tempe (BGT).

Keluhan warga dari Kecamatan Sabbangparu, Tempe, Tanasitolo dan Belawa, diutarakan oleh Ketua MPC Pemuda Pancasila Wajo, Abd Rahim. Kata dia, aspirasi ini merupakan Aksi Penyelamatan Petani Pesisir Danau Tempe (AP3DT).

Menurutnya, ada sekitar 7.716 hektare (ha) lahan persawahan dari 4 kecamatan ini pada tahun 2022. Rinciannya, Sabbangparu 3.066 ha, Tempe 450 ha, Tanasitolo 700 ha, dan Belawa 3.500 ha

"Sekarang sudah tergenang air dan tidak dapat dikelola lagi oleh akibat buka tutup pintu BGT yang tidak pro, masyarakat dirugikan," ujarnya.

Dirinya menyarankan, kebijakan buka tutup pintu BGT di Sungai Walennae Kelurahan Wiringpalenae, diberikan kewenangan kepada daerah dari Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan-Jeneberang (BBWSPJ).

Sehingga tujuannya guna mempertahankan muka air Danau Tempe, pada elevasi tertentu agar bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan masyarakat.

"Sekarang susahnya mendapatkan ikan dan lahan persawahan ini tergenang air dan tidak dapat dikelola lagi oleh petani. Kerugian akibat dari ini ratusan miliar," bebernya.

Dirinya menjelaskan, bila dirupiahkan dari hasil panen petani dari 7.716 ha dikali harga gabah Rp4.300 dengan pendapatan 5 ton per ha. Maka kerugian petani kurang lebih Rp165 miliar per panen.

Menyikapi hal itu, Kepala Dinas Perikanan Wajo, Nasfari yang hadir menjelaskan, BGT yang berada di hilir diperuntukkan untuk menjaga elevasi muka air Danau Tempe. Elevasi muka air yang harus dipertahankan elevasi +5,00 meter.

  • Bagikan