Tetapi kuasa hukum AKMP Fahri Bachmid dapat “mengkonstatir” dan berbagai menunjukkan dokumen yuridis, korespondensi dan bangunan norma hukum dalam Kitab UU Hukum Perdata Indonesia bahwa “jual-beli antara AKMP dengan mereka, menurut hukum sudah terjadi — ipso jure — istilah hukumnya, yakni dengan adanya kesepakatan harga jual, permintaan bayar panjar atau uang muka, pembayaran dan seterusnya, maka jual beli secara perdata telah terjadi antara penjual dan pembeli”. Para kuasa hukum AKMP menganggap Sime Darby Plantation tidak menghormati dan sengaja mempermainkan hukum Indonesia dalam melakukan kegiatan bisnis dan investasi, tetapi semata-mata mencari keuntungan.
Fahri Bachmid menjelaskan bahwa pada hari pembayaran uang muka telah ditransfer AKMP, tiba-tiba PT Minamas minta agar pengiriman pembayaran dihentikan karena ada masalah administratif dan tertib audit yang harus diselesaikan serta penyempurnaan draf CPSA yang ingin dilakukan Sime Darby Plantation Bhd di Kuala Lumpur. Namun setelah sekian lama ditunggu dan beberapa surat dilayangkan, tidak ada kejelasan kapan penyelesaian tertib audit dan administrasi internal serta penyempurnaan draf CPSA oleh Sime Darby itu akan selesai.
Sementara AKMP mendapat bukti akurat, Sime Darby secara diam-diam malah berkeinginan menjual kebun tersebut kepada pihak lain, dengan syarat perusahaan tersebut lebih dulu menyelesaikan persoalan antara Sime Darby dengan AKMP. Namun, upaya penyelesaian oleh calon pembeli pihak ketiga seperti itu tidak pernah terjadi. Belakangan, seperti telah dikatakan, Sime Darby malah mengatakan mereka tidak punya perjanjian jual beli apapun yang mengikat dengan AKMP. Akibatnya, AKMP berpendapat Sime Darby Plantation telah melakukan perbuatan melawan hukum dan mempermainkan hukum Indonesia. AKMP akhirnya menggugat mereka ke pengadilan.