FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - - Sejarah pembentukkan UU Pesantren No.18 Tahun 2019 telah melewati proses panjang, meski pada akhirnya diputuskan dengan sangat cepat dan mudah.
Fraksi PPP di DPR RI menjadi salahsatu inisiator utama lahirnya UU tersebut. Kurang lebih selama 7 tahun, hingga di tahun 2019 UU Pesantren baru disahkan.
"Kami (Fraksi PPP) telah melakukan komunikasi panjang baik dengan pemerintah, fraksi-fraksi lain dan tentunya tokoh-tokoh ulama sehingga lahirlah sebuah UU yang salahsatu poin pentingnya adalah pemerintah wajib memberikan perhatian besar terhadap pondok pesantren baik dalam hal kesetaraan anggaran maupun pendidikan,”kata Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PPP dapil II Sulsel, Dr. H. Muhammad Aras.
Hal itu disampaikan saat menjadi salahsatu pemateri seminar dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) yang digagas Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Maros, di Pondok Pesantren Nahdhatul Ulum, Jalan Samudera No. 37, Soreang, Kecamatan Lau.
Seminar yang mengusung tema ‘Urgensi Perda Pondok Pesantren Kabupaten Maros’ menghadirkan Pimpinan RMI-PBNU (Rabithah Ma’ahid Islamiyyah), KH. M. Hilmi Ashiddiqi, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Maros, H. Abd. Hafid M. Talla, Pimpinan Ponpes Nahdhatul Ulum, Dr. H. Irfan Sanusi Baco, dan Ketua PMII Kabupaten Maros, Muh. Haider Idris.
Pasca disahkannya UU itu menginspirasi daerah membuat Perda salah satunya di Maros. Wakil Bupati Maros Suhartini Bohari menyambut baik aspirasi masyarakat khususnya dari warga NU dan organisasi sayapnya, PMII yang keras menyuarakan lahirnya Perda Pondok Pesantren. Bahkan, dirinya mengatakan bahwa aturan serupa sebetulnya sudah pernah dibuat, namun berbentuk Perbup.