‘Ininnawa Na Sitinaja’ sebagai Ideologi dan Kekuasaan dalam Naskah Bugis Klasik La Dado Lele Angkurue

  • Bagikan
Naskah Bugis La Dado Lele Angkurue

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Ideologi inninnawa na sitinaja yang ditemukan dalam nilai relasional membuktikan bahwa bagian dari ideologi masyarakat Bugis tercermin dalam tipe kukuasaan Legitimate power.

Pemerhati budaya yang juga dosen bahasa dan sastra di salah satu universitas di kota Makassar Lilis Suryani menjelaskan ‘’ Ininnawa’’ berasal dari kata dasar nawa atau nawa- nawa, yang berarti sesuatu yang ada dalam pikiran.

Dalam “nawa-nawa”, kenyataan di dunia ini dipersepsikan sebagai tiruan belaka. Asli ada dalam pikiran.

"Dunia ideal tidak tersentuh oleh apa yang ada di dunia itu sendiri. Jika nawa-nawa itu baik, maka disebut ininnawa. Dengan demikian, ininnawa dianggap suatu hasil pikiran dari keharmonisan nalar dan kata hati yang tentu memiliki niat luhur untuk mencapai harapan secara nyata sebelum melakukan sesuatu," tutur Lilis dalam keterangan yang diterima, Jumat, (4/11/2022).

Sementara itu, sitinaja merupakan konsep kesederhanaan bagi orang Bugis, yang berarti pantas, wajar atau patut.

Kewajaran dalam sitinaja adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dan sesuai dengan porsinya.

Seseorang yang bertindak wajar, berarti mampu menempatkan dirinya sesuai dengan kedudukannya. Ia tidak mengambil hak-hak orang lain, melainkan memahami hak-haknya sendiri.

Berdasarkan ideologi tersebut masyarakat Bugis Makassar sadar akan setiap orang mempunyai hak-hak yang patut dihormati.

Dalam konteks yang lebih luas, masyarakat Bugis menganggap ideologi ininnawa na sitinaja menjadi sebuah tolak ukur dalam memandang persoalan hidup, bertindak, juga menerapkannya sebagai upaya dalam pembentukan karakter yang sejalan dengan pendapat Fairchlough (1995) yang menganggap bahwa bahasa direpresentasikan melalui tindakan. (selfi/fajar)

  • Bagikan