Kakaraengang dan Pakkaraengan di Tanah Beru

  • Bagikan
Karaeng Sadjuang Daeng Matasa

Di tahun 1942 di saat Jepang menguasai Indonesia, semua kakaraengan dijadikan bagian dari jepang, dan semua kakaraenagn yang berbau Belanda diberhentikan oleh jepang kalua tidak siap bekerjasama. Banyak Raja dan karaeng yang bekerjasama karena saat itu Jepang mengusir semua orang Belanda dan menyatakan semua sutrat keputusn yang pernah dibuat Belanda dinyatakan tidak berlaku. Karaeng sajuang yang memahami kondisi Indonesia saat itu segera memerintahkan untuk menaikkan Bendara merah putih di depan Istana kakaraengan Tanaberu di tahun 1942 yang lekasinya berada di asrama Polsek Tanahberu saat ini dan sekitarnya. Bendera merah putih yang dikibarkan Karaeng sajuang termasuk Bendera pertama yang di kibarkan di Sulawesi selatan. Ditahun 1942-1945, wibawa karaeng Sajuang sebagai Karaeng tanahberu mendapat sambutan masyarakat.

Ketika tatanan masyarakat berubah menjadi Negara Indonesia Timur di tahun 1946-1950an dimana di Sulawesi selatan terbentuk Pemerintahan baru dengan munculnya 9 Swapraja baru dan hadir Kepala Hadat Tinggi dan Wakil Kepala Hadat Tinggi, karaeng sajuang tetap dianggap sebagai sosok Karaeng bagi masyarakat Tanahberu dan Bulukumba apalagi beliau dikenal sebagai sosok Politisi dari partai sarekat islam Indonesia sehingga anggotanya bertebaran di Sulawesi Selatan dan tenggara.

Di masa DI TII, sosok Karaeng sajuang Daeng Matasa merupakan sosok yang menolak keberadaan Gerombolan tersebut. Hal ini karena karaeng sajuang seorang yang cinta Republik dan gemar membela kepentingan masyarakat. Penolakan terhadap keberadaan DI TII dan getolnya membela masyarakat berdampak pada kemangkatannya pada tahun1953 yang kemdian mengakibatkan dibakarnya Balla Lompoa/Istana di Tanahberu. Tanah yang menjadi lokasi kantor polisi setelah istana dibakar menjadi markas TNI saat itu dan dilanjutkan menjadi Asrama Polsek hingga saat ini. Secara hukum semestinya tanah ini masih menjadi tanah Karaeng sajuang dan turunannya.

  • Bagikan