Oleh karena itu, kampus perlu memiliki blueprint pengembangan. Misalnya tentang data, setelah data dikumpulkan lengkap (100%), maka berikutnya data juga harus dipastikan valid. Karena data yang valid akan membuat kampus memperoleh akreditasi yang terbaik.
"Selama ini berdiskusi dengan banyak kampus di Jawa, luar pulau Jawa, kampus swasta, kampus negeri, hingga kampus keagaman kesimpulannya ekspektasinya sama yakni bisa terakreditasi A atau unggul. Karena mau tidak mau akreditasi ini jadi sebuah branding yang sangat penting. Ini memerlukan blueprint, pengembangan jangka panjang, agar pelaporan 100%, valid, dan sesuai di lapangan. Jangan sampai ketika asesor (penilai) menilai, baru repot memperbaiki data,” kata Dicky.
4) Gotong Royong dan Dukungan Pimpinan
Seluruh tips di atas, lanjut Dicky, tidak bisa terlaksana jika pucuk pimpinan kampus belum memberikan dukungan. Karena beragam permasalahan nantinya dapat muncul saat perubahan dilakukan.
Mulai dari keterbatasan sumber daya manusia, kebiasaan dosen dan mahasiswa yang masih terbiasa melakukan administrasi secara manual, hingga ego sektoral dimana antar bagian kampus belum mau bekerjasama.
Oleh karenanya, kebijakan strategis dari pimpinan serta komitmen dari seluruh civitas akademika sangat diperlukan. “Sistem akademik bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal habit. Pengalaman Komunitas SEVIMA di seluruh Indonesia, perlu ada pionir penggerak perubahan di kampus. Selain itu, juga perlu komitmen dari semua civitas akademika untuk melakukan perubahan ke arah digital. Mengelola data secara gotong royong sebagai satu kesatuan kampus, untuk mencapai mimpi besar kita bersama dalam Revolutionize Education (memajukan pendidikan),” pungkas Dicky.