"Yang mana kekeliruan tersebut timbul dari itikad buruk pemohon yang tidak membeberkan fakta bahwa terdapat perkara sebelumnya yang telah membahas kausal hukum antara pihak Pemohon eksekusi dan Pihak Termohon Eksekusi dalam perkara 150/Pdt.G/1987/Pn Uj Pdg dengan Pihak Bado Bin Laba yang merupakan asal-usul sertifikat dalam objek termohon eksekusi sekarang," terang Agung.
Dengan adanya landasan kepemilikan yang sah dan landasan perkara yang telah bersifat berhukum tetap maka, Pemilik Sertifikat di atas lahan objek yang dijadikan sasaran tereksekusi menjadi terdzolimi dan memandang hukum sangat mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak mafia tanah yang memanfaatkan celah-celah hukum di negara kita, Negara Republik Indonesia.
"Dengan situasi permohonan eksekusi yang terus dapat dikabulkan, turut mengundang persepsi Pihak Pemilik Sertifikat untuk mempertahankan kedudukan bagaimanapun caranya, bahkan jika perlu terjadi pertumpahan darah dalam mempertahankannya," tutur Agung.
"Setiap situasi yang dibiarkan merajalela, apakah pihak-pihak Institusi turut ikut serta mau di cocok hidung untuk dimanfaatkan oleh mafia-mafia tanah?, maka kami mohonkan untuk kembali ke hati nurani, apakah insitusi-institusi mau sudah kehilangan akal sehat dalam mempertimbangkan penegakan hukum dan hanya menjalankan perintah tanpa hati nurani telah mendzolimi hak-hak rakyat yang telah memiliki kekuatan atau pengakuan dalam pemerintahan perihal Sertifikat Hak Milik?," Agung menambahkan.
Ia berharap dengan uraian jelas di atas, Pengadilan Negeri Makassar menjadikan pertimbangan untuk tidak memaksakan lagi pelaksanaan eksekusi atas objek lahan milik kliennya.