"Jika dalam satu instansi terdapat pegawai sukarela memiliki perusahaan dan mengerjakan proyek, maka berpotensi kolusi, peluang korupsi bukan hanya melakukan mark up atau penggelembungan anggaran negara, kolusi juga berpotensi terjadi korupsi," terangnya.
”Saling pinjam perusahaan antara bawahan dengan atasan, ini apa namanya? Selain memanfaatkan jabatannya untuk mengambil proyek. ASN juga dilarang berproyek,” tambahnya.
Oleh karena itu, praktik kolusi bisa menjadi titik awal untuk membuktikan penyimpangan lainnya. Baik korupsi maupun nepotisme. Dari fakta ini, tenaga sukarela sangat sulit mendapat proyek jika tidak mendapat arahan dari atasan. Atasan tersebut disinyalir mengawal agar bisa memenangkan saat tender.
Bukan hanya itu, dia turut menyoroti sejumlah pejabat pemerintahan bermain proyek. Salah satu modusnya menyuruh bawahannya membangun perusahaan untuk menggarap sejumlah proyek dengan modus membuat perusahaan atas nama orang lain. Dan, pejabat tersebut memiliki otoritas kebijakan untuk mengarahkan perusahaan yang ingin dimenangkan itu.
Bentuk kolusi semacam ini sudah dia ketahui sejak beberapa tahun lalu. “Kami sudah dapat sejumlah daftar perusahaannya dan sejumlah proyek yang dikerjakannya bahkan hingga miliaran, kami sebut modus "loyalitas bawahan," jelas aktivis anti korupsi ini.
Sekadar diketahui, tahun 2023 Dinas PUPR Sinjai akan mengelola anggaran ratusan miliar rupiah dengan kondisi defisit yang disebabkan minimnya pendapatan daripada belanja operasional. Selain itu juga Dinas PUPR Sinjai telah menyiapkan anggaran hingga miliaran rupiah untuk pemeliharaan jalan tahun 2023, dimana dana itu sangat sensitif ditaktisi. (sir)