"Artinya apa yang menjadi usulan dari kami di angka 8,8 persen, walaupun maksimalnya di angka 10 persen, kita juga melihat peluang usaha dan peluang lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Jadi kami tidak sampai di angka 10 persen, walaupun bisa," katanya
Serikat buruh tak memiliki masalah jika penetapan tersebut tidak di angka 8,8 persen, asalkan gubernur tidak menggunakan PP 36/2021, karena itu sangat merugikan pihak buruh.
"Kami sangat bersyukur dengan Permenaker 18 karena dibanding dengan PP 36 yang kenaikannya hanya 0.54 persen atau Rp17 ribu. Artinya, lebih baguslah Permenaker 18 ini dan bisa terakomodir kepentingan serikat buruh dan Apindo juga tidak diberatkan karena ada batasan kenaikan, yakni 10 persen," tuturnya.
Jika gubernur menggunakan PP No 36/2021 untuk penetapan UMP 2023, akan terjadi gejolak besar-besaran di seluruh Indonesia, khususnya Sulsel.
Buruh tidak akan main-main.
"Saya kira Apindo harus legowo menerima Permenaker 18 ini, dan kalau terjadi apa-apa persoalannya ada di Apindo karena Apindo tidak mau mendengarkan pemerintah," tegasnya.
Buruh juga akan menggugat putusan gubernur jika tidak menggunakan Permenaker No 18/2022 dan lebih memilih memakai PP No 36/2021. Namun, ia yakin gubernur tidak akan keluar dari Permenaker, sebab itu instruksi pusat.
Keluhan Pengusaha
Anggota Dewan Pengupahan Sulsel Unsur Apindo Yusran IB Hernald mengatakan, pihaknya tetap pada rekomendasi dengan menggunakan PP No 36/2021.
"Walaupun besok (hari ini, red) ada yang ditetapkan oleh gubernur berdasarkan Permenaker No 18/2022 sesuai dengan arahan Ketua Dewan Pimpinan Nasional Apindo, kita akan PTUN-kan keputusan gubernur. Jadi kita sudah diinstruksikan seluruh Indonesia seperti itu," katanya.