Din Syamsuddin Silaturahmi dengan Pimpinan Muhammadiyah Sulsel di Unismuh

  • Bagikan

Perkembangan pesantren, kata Mustari, juga cukup menggembirakan. Periode sebelumnya, Muhammadiyah Sulsel hanya memiliki 11 pesantren, saat ini sudah ada 31 pesantren.

Dalam silaturahmi itu, Mustari berharap, Din Syamsuddin dapat menyampaikan gambaran situasi sosial kebangsaan dan bagaimana Muhammadiyah dapat berperan serta.

Mengawali pemaparannya, Din Syamsuddin menceritakan bahwa Muhammadiyah sejak berdiri memang telah konsen mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara.

Muhammadiyah memiliki konsep yang disebut “Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahdah” yang diputuskan dalam Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar tahun 2015.

Konsep itu, kata Din Syamsuddin, diadopsi dari Tausyiyah Kebangsaan Ketua Umum PP Muhammadiyah, pada 18 Agustus 2011. Saat itu, Din Syamsuddin masih menjabat sebagai nakhoda Muhammadiyah.

Menurutnya, penegasan Darul Ahdi, merupakan upaya mengawal kesepakatan beberapa tokoh Muhammadiyah seperti Kahar Muzakkkir dan Ki Bagus Hadikusumo yang terlibat merumuskan dasar-dasar negara.

Keterlibatan Muhammadiyah dalam menjawab persoalan bangsa terus berlangsung hingga saat ini. Pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin, Muhammadiyah dikenal dengan upayanya meluruskan kiblat bangsa dengan Jihad Konstitusi.

Wujud jihad tersebut, kata Din Syamsuddin, dilakukan dengan melakukan judicial review terhadap berbagai UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Salah satunya UU Sumber Daya Air.

Sepanjang sejarah, ada berbagai upaya yang dilakukan berbagai Gerakan sosial untuk melakukan perubahan sosial. “Ada yang menggunakan pendekatan politik, dengan masuk ke dalam sistem. Ada yang memilih jalan people power atau revolusi sosial. Tapi Muhammadiyah lebih memilih pendekatan transformasi sosial,” kata Mantan Ketua Umum MUI Pusat itu.

  • Bagikan