“Pada sungai Salo Karajae dan Jawi-jawi, ini perlu dilakukan pengerukan. Sebab, tinggi sedimen itu sudah sampai 10 meter. Tentu ini perlu berkoordinasi ke Pemprov Sulsel dan pihak Balai Pompengan,” jelas Taufan.
Selain itu, kata Taufan, wilayah Parepare berhadapan langsung dengan Selat Makassar, dan bagian hilir dari beberapa daerah sekitar seperti Kabupaten Sidrap dan Barru, kondisi ini bisa diperparah apabila terjadi pasang air laut.
“Insya Allah besok saya ingin bertemu pak Gubernur, agar kita duduk bersama dengan daerah sekitarnya, karena dampak perilaku masyarakat tetangga kita seperti contoh di Barru. Berdasarkan link pemberitaan yang ada saya baca, itu diindikasikan karena adanya perilaku tambang C dan pembabatan,” kata Taufan.
Selain itu, lanjut Taufan, minimnya wilayah resapan air akibat alih fungsi lahan, serta perusakan alam, dan pembukaan lahan perumahan yang tak menaati ketentuan peraturan yang berlaku, seperti pemenuhan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 20 persen serta mendirikan perumahan di sekitar sempadan sungai, juga menjadi faktor terjadinya banjir.
“Saya pernah disoroti oleh pengembang karena dianggap mempersulit keluarnya izin prinsip, inilah yang menjadi alasan mengapa saya selektif dalam mengeluarkan izin, sebab ada juga perumahan yang tidak mentaati aturan yang ada seperti pemenuhan ruang terbuka hijau atau RTH yang mesti disediakan seluas 20 persen. Contoh yang pernah saya temui, ada perumahan, dia bangun ruang terbuka hijaunya di tempat lain,” ungkapnya.