Kemudian pada sesi Plenary I tentang teknologi, Yasonna menyampaikan empat langkah yang perlu disikapi oleh anggota forum Bali Process, yaitu meningkatkan kerja sama dalam penguatan hukum; menajamkan kerja sama pengawasan perbatasan; meningkatkan pemanfaatan platform teknologi; serta melakukan penelitian, menyusun pedoman dan pelatihan untuk responden pertama di perbatasan.
“Indonesia berkomitmen mencegah segala bentuk perdagangan orang dengan cara peningkatan pengawasan di perbatasan dan pintu-pintu imigrasi. Namun demikian, komitmen kami tersebut tidak akan menuai hasil optimal tanpa kerja sama serta dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak, khususnya sektor swasta atau bisnis,” ujar Yasonna.
“Untuk mengimplementasikan visi tersebut, kami memerlukan adanya sinergitas dan peningkatan kolaborasi oleh semua anggota, pengamat, dan pemangku kepentingan terkait lainnya baik itu publik, privat bahkan individual,” lebih lanjut kata Yasonna dengan tegas.
Selanjutnya pada sesi Plenary II Bali Process berfokus pada masa depan. Pada sesi ini, Yasonna selaku Pimpinan Delegasi dari Indonesia menyampaikan tiga usulan, yaitu memperkuat kerja sama penegakan hukum dan manajemen pengawasan perbatasan; menghidupkan kembali mekanisme yang ada melalui Pokja secara inklusif dan kreatif; dan merancang kerja sama praktis atau teknis yang ditargetkan untuk mendukung anggota Bali Process, termasuk didalamnya kesepakatan bantuan hukum timbal balik dan perjanjian ekstradisi.