PT Vale, kata Adriansyah, akan memanfaatkan peluang tersebut lewat investasi proyek jangka panjang pengolahan nikel berkelanjutan di Blok Pemalaa, Site Morowali, dan Sorowako. Dia menerangkan, jika industri seperti PT Vale menempuh jalan panjang untuk sampai pada tahap menghasilkan produk ramah nikel.
"Ironis jika bisa menikmati fasilitas kendaraan listrik namun harus meninggalkan beban bagi negara yang memiliki kekayaan nikel seperti Indonesia. Ini konsep harus jadi fokus kita, pengelolaan sumber daya ramah nikel seperti apa yang tidak menimbulkan beban di kemudian hari? Dari segi ESG, sektor penambangan masih dianggap hingh risk terutama wilayah Asia Pasifik di mana kita beroperasi,"
Selain itu Adriansyah juga mengurai peta jalan perseroan kita untuk menuju netral karbon di 2050. "Untuk mencapai zero net carbon di 2050, kami membagi jadi dua tahap. Pertama sampai di 2030, program internal kita yaitu optimisasi dengan mereview penggunaan energi diseluruh area kami, lalu dilakukan study untuk efisiensi. Kedua replacement di beberapa area yang saat ini masih menggunakan bahan bakar fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan. Termasuk pengadaan truk listrik dan uji coba bus listrik tahun depan. Kemudian untuk 2030-2050 melakukan inisiatif lain yang mendukung program,"
Sementara, Budiman pada sesinya memaparkan strategi kebijakan yang sudah, sedang, dan akan diambil oleh pemerintah Luwu Timur bersama PT Vale dalam melakukan optimalisasi tata kelola sumber daya energi.
Budiman menyebut, PT Vale telah memanfaatkan sumber daya energi dengan baik melalui pembangunan tiga pembangkit listrik dengan memanfaatkan Sungai Larona, satu dari 13 sungai yang menghidupi masyarakat Luwu Timur. "Sungai Larona yang aliran hulu dan hilirnya ada di Luwu Timur yang dimanfaatkan PT Vale menjadi sumber energi listrik dan dapat menyumplai listrik 365 megawatt. Dari 365 megawatt, PT Vale menghibahkan ke masyarakat melalui pemerintah daerah 10,7 megawatt,"