Kampung Hijau Energi, Upaya Kalla Dorong Kemandirian Energi di Tengah Masyarakat

  • Bagikan
Warga Desa Sambueja, Habo (kanan).

Habo misalnya, saat ini telah bisa mengoperasikan reaktor.

Habo mengatakan, proses mengonversi kotoran hewan menjadi energi yang bisa digunakan untuk kompor biogas cukup mudah.

“Satu ember kotoran sapi, bisa dipakai 10 kali memasak ikan, sayur, dan beras,” ujarnya.

Saat ini, reaktor biogas yang dikelola Habo telah digunakan lima rumah. Masing-masing rumah menggunakannya untuk satu kompor biogas.

Tidak sampai di situ, ampas biogas juga bisa dimanfaatkan menjai pupuk. Namanya bioslurry. Ada 30 ton bioslurry yang dihasilkan tiap bulan.

“Di sini bukan hanya biogasnya, tapi masalah pupuk organiknya, yaitu bioslurry. Saya sudah rasakan, padi di sawah kami bagus sekali. Juga kangkung, dan jagung,” ujar Habo.

“Pupuk bioslurry ini, kalau satu liter bisa digunakan untuk lahan sekitar 1 are,” terang Habo.

Karena reaktor biogas ini, Habo dan beberapa warga mengaku selain tidak menggunakan gas LPG, juga tak lagi menggunakan pupuk kimia untuk pertanian dan perkebunannya.

“Dua latar belakang itu, yang menjadikan program ini program unggulan. Kita ingin ada kemandirian energi, kemudian menerapkan pertanian yang ramah lingkungan,” pungkas Sapril.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Hadji Kalla, Mohammad Zuhair bilang, program pihaknya memang tak mentereng di wilayah Makassar. Tapi memang disengaja menyasar pedesaan. Menurutnya, orang di desa lebih butuh bantuan.

Program Kampung Hijau Energi misalnya, walaupun kata dia masih kecil daei segi nilai budget, tapi diklaimnua diperlukan masyarakat.

“Kita selalu berusaha membuat program yang manfaatnya jangka panjang. Yang kita bikin bukan satu kali pakai, tapi dimanfaatkan dalam waktu cukup lama,” terangnya. (Arya/Fajar)

  • Bagikan