Erwansyah juga membantah tudingan sejumlah pihak di beberapa pemberitaan yang menyebutnya sebagai mafia tanah, dia mengaku memperoleh tanah tersebut dengan proses jual beli yang sah.
"Saya selaku terlapor sama sekali tidak mengenal dan tidak memiliki hubungan hukum terhadap Haeril (pelapor/ahli waris) almarhum Muhammad Djafar Bella, atas sebidang tanah yang terletak dikampung Sero/Tombolo, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa," tuturnya.
"Tanah tersebut saya peroleh atas dasar jual beli secara beretikad baik, berdasarkan Akta Jual beli Nomor 183/2005, tanggal 19 April 2005, yang dibuat dihadapan Lia Yuliani selaku PPAT di Kabupaten Gowa," sambungnya.
Erwansyah mengaku awalnya tanah tersebut bekas SHM No. 55/Mangasa yang telah direferensi menjadi SHM No. 00900/Tombolo dengan luas 4.866 m2.
Tanah SHM No. 00900/Tombolo dengan luas 4.866 m2. pada mulanya tercatat milik Muhammad Djafar Bella kemudian beralih kepada H.A. Syahrir Mappakanro, berdasarkan Akta Jual beli No. 204/1974, tanggal 30 Desember 1974, yang dibuat oleh Camat Somba Opu Kabupaten Gowa.
Namun Almarhum H.A. Syahrir Mappakanro, semasa hidupnya sampai wafat, kata Erwansyah Sertifikat hak milik tersebut belum dilakukan balik nama ke atas namanya.
"Bahwa sebelum sebidang tanah termaksud beralih kepada saya, pada mulanya sekitar tahun 2005, saya didatangi oleh A Panda Alamsyah (kuasa ahli waris almarhum H.A. Syahrir Mappakanro), untuk menjual/mengalihkan sebidang tanah termaksud dengan memperlihatkan dokumen berupa Sertifikat hak Milik No.00900/Tombolo atas nama Muhammad Djafar Bella, dan Akta juaL beli No. 204/1974. Bahwa atas dasar tersebut diatas, saya menyepakati untuk membeli objek tanah termaksud dengan nilai sebesar Rp 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah) berdasarkan kwitansi," urai Erwansyah.