FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Ada beberapa negara di dunia menjadi korban dari politik identitas yang dilakukan elite politik mereka, salah satunya adalah Irak yang terjebak politik identitas antara Syiah dan Sunni,
Kondisi negara di Timur Tengah itu saat ini belum pulih. Hal ini disampaikan dosen politik Unhas, Andi Ali Armunanto di sela diskusi "Mewaspadai Bahaya Radikalisme dan Politik Identitas Jelang Pemilu 2024" di Warkop Nassami, Selasa (7/3/2023).
Khusus di Indonesia Ali menyebut bahwa politik identitas itu sudah ada dari era reformasi sampai sekarang ini. Awalnya soal Islam dan Kristen dulu, lalu menjalar ke konflik suku di daerah. Pada tahun 2019 politik identitas membuat masyarakat di Indonesia terkotak-kotak akibat Pilkada DKI Jakarta.
"Politik identitas itu problem kalau tidak digunakan dengan benar, karena dibelakangnya adalah kekuasaan besar dan ini berbahaya," ujarnya.
Sementara Humas FKUB Kota Makassar Usman Sofyan mengatakan memang dalam kerukunan umat beragama, diperlukan kebersamaan dan tidak perlu memaksakan kehendak.
"Identitas kita tidak boleh dipaksakan kepada mereka yang berbeda, inilah salah kaprahnya kalau politik identitas disalah artikan," ujar Usman yang juga Sekretaris NU Makassar.
Soal penundaan Pemilu, ia menyampaikan secara pribadi tidak sepakat, namun sikap resmi dari PBNU belum ada.
Hal lain disampaikan Ketua Bawaslu Makassar Abdillah Mustari. Dalam diskusi yang digelar Madz Media bekerjasama KAMMI Unismuh Makassar dengan Moderator Dedi Alamsyah Mannaroi ini menyampaikan bahwa memang lembaga yang dia pimpin bertugas salah satunya mengawasi isu SARA. Pihaknya konsen pada empat hal, yakni aktivitas pemilu tanpa kekerasan, hoaks, isu sara (politik identitas), dan pengawasan politik uang. (nas)