Kemudian, Ike juga mengajak para peserta untuk mulai berinvestasi, mulai dari uang kecil, lalu besarannya dinaikkan secara bertahap. Jika untuk perencanaan pensiun, maka instrumen investasi yang dipilih diprioritaskan sisi keamanannya untuk jangka panjang.
Dalam seminar, Head of Strategic and Business Development Sinarmas Sekuritas, Eyfrel Likuajang menjelaskan bahwa salah satu hambatan dalam merencanakan keuangan adalah tergiur iming-iming keuntungan yang besar, seperti yang dialami banyak korban investasi palsu atau investasi bodong.
“Sebagian besar korban terbuai dengan iming-iming imbal hasil besar dan berpikir bahwa ada cara cepat mendapat keuangan. Ciri khas dari investasi bodong ini antara lain: iming-iming imbal hasil yang pasti dan tidak masuk akal, tidak ada izin usaha, dan biasanya menggunakan skema ponzi atau money game,” jelas Eyfrel.
Sementara, Chief Investment Officer Sinarmas Asset Management, Genta Wira Anjalu menjelaskan bahwa dalam berinvestasi ada banyak strategi yang dapat disesuaikan dengan profil risiko dari masing-masing investor.
“Investasi adalah lawan dari inflasi. Lantas Instrumen investasi apa yang paling baik? Berdasarkan kinerja tahun 2009 sampai 2019, maka saham memiliki return paling tinggi 11,7 persen p.a, disusul obligasi 9,88 persen p.a, emas -3.62 persen p.a, serta deposito 5 persen p.a. Meski demikian dari total lebih dari 700 emiten di pasar modal hanya 30 persen di antaranya yang memberikan return lebih tinggi dari IHSG. Untuk itu pentingnya menimbang kembali profil risiko masing-masing untuk menyesuaikan dengan tujuan keuangannya,” pungkas Genta.