FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kristen, tapi Muhammadiyah atau NU, tapi Kristen? Begitu pertanyaan berbasis logika yang mungkin muncul ketika mendengar atau membaca frasa Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani.
Istilah unik dari dua organisasi Islam besar di Indonesia itu lebih bernada "promotif" dari suatu fakta sosiologis menyejukkan mengenai relasi antaragama di negeri kita.
Kedua istilah itu juga merupakan ekspresi kegembiraan dari hubungan antara umat Islam dengan pemeluk agama lain--direpresentasikan oleh Kristen--, yang sangat cair alias jauh dari ketegangan.
Sebelumnya sempat heboh ketika NU lewat tokoh-tokohnya "mendeklarasikan" adanya NU Cabang gereja atau NU Cabang Kristen.
Bahkan, kehebohan terhadap istilah itu menjurus pada penghakiman terhadap NU, organisasi yang didirikan oleh ulama besar Hadratusyech KH Hasyim Asy'ari itu.
Istilah NU Cabang Kristen sebetulnya ingin membuka kenyataan bahwa orang-orang Kristen, bahkan agama lainnya, merasa nyaman dengan NU, baik dari organisasi maupun perorangan.
Mereka kemudian menjadi dekat dengan tokoh dan warga NU. Kaum non-Muslim mencintai NU atau di lingkungan santri dikenal sebagai "muhibbin" alias pecinta NU.
Beberapa praktik pengayoman yang dilakukan NU dapat disaksikan ketika anggota Banser ikut menjaga gereja saat umat Kristen merayakan Natal dan hari besar lainnya.
Bahkan, salah satu anggota organisasi badan otonom di NU itu sampai mengorbankan nyawanya ketika perayaan Natal di gereja di Mojokerto, Jawa Timur, diwarnai aksi peledakan bom.