Indahnya Toleransi: Tidak Harus Sama untuk Bersatu

  • Bagikan

Lagi-lagi belajarlah kepada Rasulullah, sang mahaguru yang sangat toleran. Rasulullah membiarkan dua kubu sahabat yang berbeda pendapat saat diperintahkan untuk salat Asar di Bani Quraidah. Ada yang menafsirkannya sesuai teks dan ada yang memahami berdasarkan konteks. Rasulullah tidak menyalahkan pendapat keduanya. Bahkan membenarkan karena dinilai telah melaksanakan perintah. Meskipun dengan tafsir yang berbeda.

Abu Bakar Ash Shidiq punya kebiasaan menunaikan salat Witir selepas isya. Karena takut ketiduran. Sementara Umar bin Khattab, menunaikan di sepertiga malam setelah tidur. Karena menganggap itu waktu yang utama. Dan pada keduanya Rasulullah memberikan pujian. Abu Bakar dipuji sebagai muslim yang berhati-hati. Sementara Umar digelari muslim yang kuat.

Toleransi dan Nalar Kritis
Begitulah takaran toleransi yang telah Rasulullah wariskan untuk masyarakat dunia. Ada pelajaran untuk bijak menerima kebhinekaan. Bahwa dunia ini tidak hanya satu irama. Ada banyak suara-suara lain yang perlu kita dengarkan dan hormati. Dengan pemakluman dan penghargaan itu membuat kita punya alasan kuat untuk tetap bersatu.

Yang perlu diingat, nalar kritis harus tetap aktif dalam mengoperasionalkan pesan-pesan toleransi. Tetaplah kritis pada upaya mengaburkan makna toleransi menjadi sinkritisme agama; mencampuradukkan berbagai keyakinan. Sinkritisme agama jelas bukan pesan toleransi. Toleransi adalah mebiarkan dan menghormati, bukan mencampuri dan mengikuti.

Nalar kritis juga harus selalu ada pada upaya untuk memaklumkan tindakan maksiat atas dasar toleransi. Jika telah tampak nyata sebagai tindakan kemaksiatan atau aksi kriminal, maka tutup pembahasan tentang toleransi. Sebab perkara kriminal jawabannya adalah nahi mungkar. Harus ada upaya pencegahan.

  • Bagikan

Exit mobile version