Ditegaskan, para alumni disiapkan menjadi kader yang terdepan untuk melakukan perjuangan perserikatan Muhammadiyah.
“Meskipun saat ini ada tafsir kader yang baru, yang meluas. Tetapi kader inti tetap. Yang inti itu yang diharapkan tetap membuka komitmen dan kesempatan untuk terus melanjutkan gerakan perserikatan Muhammadiyah,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Prof Achmad Jainuri yang hadir secara daring berharap agar 52 asrama PTMA itu dapat menjadi role model yang bisa ditiru oleh banyak kalangan dan memiliki peran yang penting dalam mengembangkan dan melahirkan apa yang disebut dengan ulama intelek. Namun dia mengaku tak setuju dengan isu integrasi ilmu.
Prof Achmad Jainuri menyebut soal ulama ensiklopedis masa klasik muncul karena sistem pendidikan yang sangat luas, liberal dalam hal positif.
“Dulu itu tidak seperti sekarang. Pendidikan itu diserahkan kepada peserta didik ingin jadi apa. Itu peserta didik yang menentukan. Bukan lembaga, bukan Unismuh, bukan UNJ, bukan Uhamka. Tapi seorang peserta didik yang bersangkutan, ingin jadi apa, dia ngambil mata pelajaran ini, mata kuliah ini, dia yang menentukan,” jelasnya.
Itulah yang sekarang ini kata dia, ditiru oleh barat dengan sistem kredit semester itu yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengambil mata kuliah apa aja sesuai yang dibutuhkan.
Hal itu disebutnya sebagai warisan dari akademi tradisi intelektual Islam yang kemudian ditiru oleh Barat dan Indonesia lalu meniru orang Barat.