Berdasarkan data dari OJK saat ini ada sekitar 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 167 Bank Pembiayaan/Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), artinya akan ada kurang lebih 20 UUS yang berubah menjadi BUS berdasarkan pasal 68 ayat 1 UUPS tersebut. Melalui UU No Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau disebut UU P2SK ini memberikan OJK kewenangan untuk meregulasi gelombang spin off yang akan dihadapi UUS pertengahan tahun ini dengan mengeluarkan POJK yang dirampungkan Juni 2023 untuk membantu UUS melakukan perubahan.
Kebijakan ini dipandang sebagian pengamat beresiko untuk dilakukan mengingat masih banyak UUS yang belum siap, berdampak pada aspek permodalan yang akhirnya menjatuhkan status UUS menjadi buku 1 dari buku 2, buku 2 dari buku 3. Penurunan status ini menjadikan bank syariah dengan status buku 1 dan 2 memiliki kinerja yang kurang baik, dikarenakan aktivitas bisnis yang dilakukan tidak seluas perbankan yang berstatus buku 3 dan 4.
Selain itu, dampak lain dari spin off ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amalia Nasuha dengan judul Dampak Kebijakan Spin-Off Terhadap Kinerja Bank Syariah mengatakan, ada penurunan kinerja sebelum dan sesudah spin off khususnya pada aspek aset, pembiayaan, dan dana pihak ketiga (DPK). Namun ada juga yang memandang kebijakan spin off/perubahan ini dengan kalkulasi-kalkulasi yang optimis demi terwujudnya perbankan syariah yang murni dan mandiri.
Perkuat Literasi dan Inklusi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa literasi keuangan syariah di Indonesia meningkat dari 8,93% di tahun 2019 menjadi 9,14% di tahun 2022, sedangkan untuk inklusi juga menunjukkan kenaikan dari 9,10% di tahun 2019 menjadi 12,12% di tahun 2022 dengan literasi dan inklusi tertinggi ada pada lembaga keuangan perbankan syariah.