Dia mengatakan, rumah kediaman dalam KUHP memiliki makna secara gramatikal, yaitu tempat kediaman seseorang atau tempat tinggal seseorang, bukan tempat bekerja seseorang. Maka, dari penafsiran ahli, pencurian yang dilakukan di kantor adalah pencurian biasa yang diancam dengan Pasal 362 KUHP.
Selanjutnya, ahli menyatakan dakwaan penggelapan dan Pasal 372 KUHP tidak tepat dikenakan terdakwa karena terdapat lex specialis dalam pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam hubungan kerja.
"Teori tempus delicti untuk melihat apakah perbuatan itu dilakukan terdakwa dalam masa hubungan kerja atau tidak," ujar Ahmad.
Ahli mencontohkan dugaan tindak pidana penggelapan terhadap aset-aset perusahaan, semisal di tanggal 1 Januari 2022 adalah saat pelaku masih memiliki hubungan kerja, lalu di tanggal 1 Februari 2022, pelaku dipecat. Dalam kasus demikian seharusnya menggunakan Pasal 374 KUHP karena perbuatan itu dilakukan ketika pelaku memiliki hubungan kerja.
Sedangkan, Pasal 372 KUHP adalah genus Pasal 374 KUHP. Ahli mengatakan, penuntut umum harus bisa membuktikan genus itu. Sementara itu, Pasal 374 KUHP mempunyai circumstances dari si pelaku yaitu suatu hubungan kerja.
"Maka, hubungan kerja itu harus dibuktikan juga sehingga pembuktiannya ditambah, yaitu membuktikan adanya penggelapan seperti dalam Pasal 372 KUHP dan membuktikan bahwa aktornya memiliki hubungan kerja karena ada lex spesialisnya," jelas Ahmad.
Ahmad juga menyoroti tentang konsekuensi pencantuman nilai kerugian dalam dakwaan jaksa penuntut umum. Menurut dia, dalam konteks tindak pidana pencurian dan penggelapan yang merupakan delik-delik formil, cukup apabila dibuktikan barang dan identitas dari barang itu sendiri, sebab hal ini merupakan kejahatan terhadap harta benda.