FAJAR.CO.ID, JAKARTA—Kombinasi teknologi dan nilai-nilai budaya setempat menjadi kunci bagi Indonesia untuk berperan memberikan solusi kepada dunia dalam mengatasi persoalan krisis air dampak perubahan iklim.
Hal itu dikemukakan oleh Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam diskusi bertajuk “Kolaborasi Global Antisipasi Krisis Air Dampak Perubahan Iklim” yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Senin (16/10).
Dwikorita mengatakan kombinasi dari penggunaan teknologi serta kearifan lokal telah disepakati bersama menjadi formula yang paling pas untuk mengatasi krisis air imbas dari perubahan iklim. Terlebih, banyak negara di dunia mengalami kesenjangan kapasitas dan ketangguhan dalam menghadapi dampak perubahan iklim, terutama dalam hal yang berkaitan dengan teknologi.
Menurutnya, ada gap yang besar antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang, negara miskin, dan negara kepulauan dalam mengatasi persoalan permasalahan air ini.
“Negara maju, tinggi dalam teknologi. Namun negara berkembang, miskin, dan kepulauan tidak seperti itu. Di Indonesia, teknologi kita cukup baik dan kita juga kuat di local wisdom (kearifan lokal). Kombinasi teknologi dan local wisdom, Indonesia bisa membantu di situ untuk menutup atau menjadi jembatan,” tutur Dwikorita.
Berdasarkan pemaparan Dwikorita yang mengambil sumber dari World Meteorogical Organization (WMO), 60% kerugian bencana di negara maju akibat perubahan iklim, kejadian cuaca ekstrem dan krisis air hanya menyebabkan dampak kerugian pada 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB).