Dukung Branding Makassar Kota Makan Enak, Kemenkumham Sulsel Serahkan 12 Surat Pencatatan KIK Kuliner Tradisional

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan (Kanwil Kemenkumham Sulsel) melalui Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil), Liberti Sitinjak yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Kadivyankum HAM) Hernadi, menyerahkan Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Kuliner Tradisional Kota Makassar, Senin (04/12).

Surat pencatatan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kota Makassar, yang dalam hal ini diterima oleh Walikota Makassar melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar Muhamad Ansar yang didampingi oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Makassar, Muhammad Roem. Surat Pencatatan KIK tersebut diberikan pada rangkaian peluncuran Calendar of Events (COE) 2024 City of Makassar yang berlangsung di Hotel Claro Makassar.

Ada 12 kuliner tradisional Kota Makassar yang dicatatkan KIK-nya, yaitu: Pallubasa, Sop Konro, Es Pisang Ijo, Pallubutung, Pisang Epe’, Pallumara, Sanggara Balanda, Songkolo, Cucuru Bayao, Putu Cangkir, Bassang, dan Barongko. Ke-12 kuliner tradisional ini termasuk ke dalam lingkup Pengetahuan Tradisional.

Selain itu, Sekda Kota Makassar Muhammad Ansar juga menyerahkan secara simbolis 48 Sertifikat Merek Fasilitasi Dinas Pariwisata Kota Makassar 2021-2022, 3 diantaranya diserahkan secara simbolis kepada para perwakilan Pelaku Ekonomi Kreatif kota Makassar. Ke-48 merek tersebut terdiri atas 14 merek (pengajuan merek tahun 2021) dan 34 merek (pengajuan merek tahun 2022).

Kadivyankum HAM Hernadi mengatakan, Kekayaan Intelektual yang kepemilikannya komunal adalah kekayaan intelektual yang bersifat inklusif dan kelompok, serta merupakan warisan budaya tradisional yang perlu dilestarikan karena menjadi identitas suatu kelompok/masyarakat. “Pencatatan KIK ini sendiri merupakan upaya untuk melindungi ragam budaya dan KIK Bangsa Indonesia dari ancaman klaim sepihak dan ekspolitasi KIK yang tidak sesuai dengan nilai, makna, dan identitas KIK yang hidup dan berlaku dalam masyarakat,” kata Hernadi.

  • Bagikan