Nezar menambahkan, salah satu hal baru dalam isu disinformasi, malinformasi dan misinformasi tahun ini adalah penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dapat menghasilkan konten palsu yang lebih sulit dibedakan dengan sekali pandang. Contohnya Deepfake, yaitu teknik manipulasi gambar atau video yang dapat mengubah wajah, suara, atau gerak seseorang dengan menggunakan AI.
“Itu menjadi hal baru dalam hoaks tahun ini. Ini bukan hanya di Indonesia saja, sejak generative AImuncul, sudah digunakan di beberapa negara, tidak hanya pemilu, tetapi juga untuk menyebarkan misinformasi dalam kesehatan dan ilmu pengetahuan,” paparnya.
Untuk mengatasi hal ini, Nezar mengatakan bahwa Kominfo telah melakukan antisipasi sejak enam bulan sebelum Pemilu. Kominfo menggandeng berbagai stakeholders, termasuk media arus utama di berbagai platform, juga dengan platform media sosial yang menjadi tempat paling rentan untuk penyebaran disinformasi dan misinformasi.
“Kita bekerja sama dengan platform medsos, Google, Meta, Tiktok, X, dan lain-lain, kita ada komitmen cukup bagus dalam menciptakan ruang digital yang sehat untuk menyukseskan Pemilu 2024,” jelas Nezar.
Nezar menekankan bahwa Pemilu hajatan berskala besar, sehingga Kominfo berkolaborasi dengan banyak pihak, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ekosistem media, dalam satu jalur koordinasi untuk mengatasi kekacauan informasi. Polarisasi yang mungkin terjadi juga dicoba untuk diantisipasi.
“Dibutuhkan juga keterlibatan organisasi masyarakat, tim pemenangan, didapatkan kesatuan pandang dan kesamaan sikap. Kita harus menciptakan pemilu ini damai. Sarana integrasi bangsa,” tegas Nezar.