Adapun alasan IAP Sulsel mendorong agar dilakukannya kebijakan peraturan mengenai manajemen risiko bencana kerjasama antar daerah di Luwu Raya, yakni, pertama adanya over-lapping bantuan. Kecenderungan yang terjadi saat ini antar lembaga pemerintah seringkali memberi jenis bantuan yang sama, sementara jenis bantuan lain yang lebih dibutuhkan justru kerap terabaikan.
Kedua, lemahnya koordinasi antara BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Ketiga, kurangnya kerjasama atau koordinasi antar kepala daerah dalam pengelolaan bencana. Padahal bencana alam bisa saja terjadi di lokasi yang merupakan perbatasan dari beberapa wilayah administratif.
Keempat, kurangnya alokasi dana untuk pencegahan dan penanggulangan bencana di tiap daerah sehingga dengan pola kerjasama antar daerah akan sedikit mengurangi beban APBD dan bisa saling menutupi baik untuk alokasi tahap pra bencana, tanggap darurat bencana dan pasca bencana.
"Masih teringat dalam ingatan kita kejadian bencana banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara pada Juli 2020 lalu yang merusak kurang lebih 2.500 unit rumah, merusak fasilitas kesehatan, pendidikan dan peribadatan, belum lagi lahan pertanian dan perkebunan yang juga rusak terkena dampak banjir bandang," ucapnya.
Serta infrastruktur lainnya, seperti jalan, jembatan, bendung/irigasi, jaringan jalan, jaringan air bersih, usaha mikro, serta berbagai fasilitas publik lainnya juga terkena imbas dari bencana banjir bandang yang telah menelan puluhan korban jiwa ini agar menjadi pembelajaran dan perhatian serius bagi pemerintah daerah dan pusat untuk mendorong manajemen risiko bencana kerjasama antar daerah.