Keluarga dan Sekolah Kunci Lindungi Anak dari Kekerasan di Era Digital

  • Bagikan

Menurutnya, tidak ada satu tempat di negara manapun yang tidak terjadi kekerasan terhadap anak. Perbedaannya, setiap negara memiliki sistem pelaporan dan penanganan yang komprehensif.

“Sistem pelaporan dan penanganan yang tuntas itulah yang perlu kita adopsi," kata Astrid.

Di Indonesia, sistem pelaporan sudah diejawantahkan dalam wujud hotline SAPA 129 dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di lebih dari 300 kabupaten dan kota.

Namun khusus UPTD PPA, berdasarkan monitoring dan evaluasi pihaknya bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (disingkat Kementerian PPN/Bappenas), Astrid menyebut masih ada pekerjaan rumah dari segi kualitas pelayanan dan aksesibilitas.

“Ini menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari daerah hingga pusat," jelas Astrid.

Di samping itu, dalam upaya mencegah kekerasan terhadap anak, UNICEF juga menginisiasi kampanye #JagaBareng yang mengajak semua pihak untuk saling peduli dan menjaga anak-anak, baik secara langsung maupun melalui perilaku digital.

"Kampanye ini melibatkan unsur anak-anak, orang tua, dan guru. Fokusnya adalah pada basic parenting, yaitu bagaimana kita memeriksa keadaan anak dan mendengarkan apa yang mereka katakan," terang Astrid.

Sementara itu, untuk menghadapi tantangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), UNICEF mengkampanyekan hastag #ThinkBeforeYouClick.

"Dengan AI, konten dapat dieksploitasi lebih mudah. Oleh karena itu, memastikan platform yang aman agar tidak dieksploitasi orang adalah langkah yang harus diambil," kata Astrid.

  • Bagikan