Novel ini juga lahir dari inspirasi banyaknya komunitas-komunitas adat yang hanya dijadikan sebagai tempat wisata semata, tetapi sangat sedikit sekali perhatian pada mereka secara dalam.
"Seperti bagaimana sejarah mereka, nilai budaya serta apakah mereka mengalami penindasan. Ketidaktahuan itu menjadikan banyak sekali masyarakat adat hanya menjadi tempat reakreasi orag-orang kota, bahkan mungkin di beberapa tempat tak pernah lagi diperhatikan oleh banyak pihak,"urainya.
"Alhasil komunitas adat itu dipuja dalam pujian semu tetapi nyatanya direndahkan. Semisal masyarakat adat, dipuja nilai-nilai luhurnya, tetapi direndahkan karena mereka masyarakat tanpa sekolah dan acapkali dituduh sebagai orang-orang yang suka menyantet (doti dalam bahasa Makassar),"tambah mahasiswa UNM angkatan 2014 tersebut.
Ke depan Jusiman berharap melalui dunia fiksi, dia ingin mendekatkan masyarakat kajang kepada khalayak umum, semoga dengan kehadiran novel ini membuat masyarakat umum memahami bahwa orang Kajang adalah bagian dari mereka.
"Juga masyarakat yang pernah dijajah dan ditindas, baik oleh kolonialisme juga ditindas oleh kepentingan politik para elitis bangsa kita sendiri. Pun sekaligus novel ini diharapkan menjadi api semangat untuk ekosistem sastra di Makassar, khususnya para novelis serta para kritikus sastra dari kalangan akademisi,"pungkasnya.
(Ikbal/fajar)