FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Direktur Jenderal Survei & Pemetaan Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Virgo Eresta Jaya, optimis Kebijakan Satu Peta (KSP) mampu menyelesaikan permasalahan tumpang tindih data geospasial, sengketa pertanahan, dan ketidakpastian hukum yang selama ini menghambat pembangunan di Indonesia.
"Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) menjadi krusial untuk memastikan tidak adanya tumpang tindih data dan perizinan lahan yang kerap menjadi penghambat pembangunan," katanya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema 'Satu Peta, Satu Data untuk Satu Indonesia', Senin (5/8).
Lebih jauh dia bercerita bahwa permasalahan tumpang tindih data spasial dan tidak akuratnya informasi tata ruang telah lama menjadi kendala dalam pengelolaan tata ruang dan tata wilayah di Indonesia. Hal ini sering kali diakibatkan sedikit perbedaan data dan informasi antara berbagai instansi dan lembaga, yang berimplikasi pada berbagai masalah, seperti sengketa lahan, perlambatan proses perizinan, dan inefisiensi pemanfaatan sumber daya.
Virgo melanjutkan, hingga saat ini Kementerian ATR/BPN telah berhasil mengkompilasi 18 tema peta sektoral dan mengintegrasikannya ke dalam satu sistem geoportal. Proses ini telah mengidentifikasi jutaan hektar area tumpang tindih, terutama antara sektor kehutanan dan pertanahan.
Sementara itu, upaya untuk menyatukan format data dan standar teknis telah dilakukan secara intensif. Hal ini sangat penting untuk memastikan kompatibilitas data antar sektor dan meningkatkan kualitas informasi spasial.
Meski telah banyak capaian, Virgo mengakui bahwa pekerjaan masih jauh dari selesai. Hal ini termasuk mengatasi tantangan teknis seperti penyamaan format peta dan metadata, serta memastikan bahwa data yang diakses oleh publik aman dan terpercaya.