FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pemilihan wali kota dan wakil wali kota Makassar akan segera memasuki tahapan kampanye. Sebagai salah satu wilayah yang masuk kategori rawan konflik, netralitas aparat akan sangat penting di masa kampanye hingga pemiliihan 27 November mendatang.
Penekanan sekaligus komitmen agar Tentara Negara Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bersikap netral dan tidak memihak salah satu pasangan calon ini dinilai vital karena munculnya kekhawatiran publik.
Apalagi, angka pelanggaran netralitas TNI-Polri sangat tinggi jika belajar pada Pilkada 2020.
Meski hanya dilakukan di 270 daerah, saat itu tercatat ada 2.304 kasus pelanggaran netralitas aparat.
Mengingat pelaksanaan Pemilu 2024 kali ini berlangsung di 548 daerah, angka tersebut diprediksi meningkat tajam karena potensi pelanggaran netralitas akan lebih besar terjadi di sepuluh daerah.
Potensi ini tentu saja tak mengecualikan Makassar yang merupakan episentrum perpolitikan di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur.
Apalagi, sudah merebak selentingan bahwa salah satu pasangan calon sudah mencoba mencari back-up dari TNI-Polri untuk bisa memenangi Pilwalkot 2024 ini.
Pengamat politik, Dr Hasrullah pun mewanti-wanti pentingnya netralitas aparat TNI-Polri.
Menurutnya, kewajiban bersikap netral sudah diatur dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), dan TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI Polri.
"TNI dan Polri sudah seharusnya bersikap netral. Itu konsekuensi dari pilihan hidup sebagai abdi negara. Netralitas di sini dalam artian tidak ikut campur membantu pasangan calon. Mereka harus taat norma. Karena menjadi TNI, ASN, atau Polri adalah pilihannya, maka konsekuensinya dia tidak boleh lagi terlibat politik demi menjaga kehormatan diri dan profesinya," kata Hasrullah, Selasa, 24 September 2024.