Kebijakan ini bertujuan agar subsidi pemerintah dapat dialokasikan lebih efektif, hanya untuk trayek yang benar-benar memerlukan dukungan.
Salah satu contoh nyata dari perubahan ini dapat dilihat di Maluku Utara (Malut). Awalnya, trayek di Maluku Utara sepenuhnya disubsidi pemerintah dengan kapasitas angkut 20-40 kontainer. Namun, seiring waktu, trayek ini kini dapat beroperasi mandiri tanpa subsidi. Subsidi yang tadinya dialokasikan untuk Maluku Utara dapat dialihkan ke kota-kota lain yang masih membutuhkan dukungan.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan kegiatan ekonomi di daerah, ketergantungan terhadap subsidi pemerintah dapat berkurang secara bertahap, memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk memberikan bantuan ke wilayah-wilayah lain yang masih membutuhkan.
Budi Karya juga menjelaskan, keberhasilan program Tol Laut tidak hanya diukur dari jumlah trayek dan volume barang yang diangkut, tetapi juga dari kemampuan daerah untuk menyediakan muatan balik. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah daerah yang dulunya hanya menjadi titik singgah Tol Laut kini telah berkembang menjadi produsen bahan pokok yang signifikan dan berkontribusi ke daerah-daerah lain.
“Aktivitas dan maksimalisasi dari angkutan ini selalu jadi concern. Kalau bicara muatan, okupansi ini menjadi indikator keberhasilan program Tol Laut,” jelasnya.
Budi juga menegaskan, Pemda memiliki tanggung jawab untuk mendorong masyarakat agar lebih produktif, sehingga hasil produksi mereka bisa diangkut melalui Tol Laut ke wilayah Barat, menciptakan perputaran ekonomi yang lebih baik bagi daerah tersebut.