"Kita sejak dulu sudah punya* prinsip 3P yakni People, planet and profit*. Selain kejar profit, kita harus perhatikan people dan planet, atau lingkungan sebelum fokus ke ekonomi. Kalau kita terapkan ketiganya, maka prinsip keadilan bisa kita dapatkan," ungkap Adriansyah.
Dia menjelaskan, demi mewujudkan transisi energi yang berkeadilan itu, PT Vale telah menggunakan energi hijau berupa tiga pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas total 365 Megawatt.
"Energi dari tiga pembangkit ini digunakan untuk industri yang bisa menghasilkan sekitar 70 ribu ton nikel matte (rata-rata per tahun). Hanya saja, tantangannya adalah belum tentu power plan seperti itu (PLTA) ada di semua daerah," ungkap Adriansyah.
Menurut beliau, mining adalah sektor yang paling banyak membutuhkan energi dan lebih banyak menghasilkan limbah, karena aktivitasnya berada pada fase upstream. "Misalnya, nikel yang kita olah ini jenis laterite, kandungan nikelnya sekitar 1,7 atau 1,8 persen. Sisanya menjadi limbah. Berbeda dengan industri yang berada di downstream, seperti pabrik kendaraan EV, baterai, itu limbahnya lebih sedikit," jelasnya.
Karena itu, untuk mewujudkan industri pertambangan mineral menjadi adil, maka harus menjalankan prinsip-prinsip sustainable atau keberlanjutan. Adriansyah merinci bagaimana PT Vale menjalankan nilai-nilai People, Planet and Profit.
Misalnya dengan menghormati bumi, PT Vale tetap menjaga kejernihan Danau Matano di dekat area operasi selama lebih dari 50 tahun terakhir.
Tak sampai disitu saja, PT Vale juga melakukan rehabilitasi lahan hutan secara progresif di dalam dan di luar area konsesi, yang luasnya 3 kali lipat dari total bukaan lahan eksplorasi perusahaan. Aksi penghijauan di luar area konsesi dilakukan dengan melakukan reforestasi di 17 daerah di Sulawesi Selatan, 6 daerah di Sulawesi Tenggara, 2 Daerah di Sulawesi Tengah, 3 daerah di Jawa Barat dan 2 Daerah di Bali.