“Sebenarnya banyak faktor. Tapi ada dua hal yang signifikan, pertama itu keberhasilan kita keluar dari pertumbuhan ekonomi yang minus, lalu intervensi pemerintah melalui program peningkatan sektor usaha khususnya bagi pelaku UMKM,” paparnya.
Menurut Chaidir, tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Maros disebabkan rata-rata tenaga kerja masih memiliki tingkat pendidikan setara SD, SMP dan SMA, sehingga tenaga kerja tersebut hanya berada pada tingkat pekerjaan kelas menengah ke bawah.
“Pengaruh tingkat pendidikanlah yang mempengaruhi tingkat pengangguran kita. Nah makanya, untuk menuju visi sejahtera, kami buat program penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa bersaing dan dibutuhkan oleh industri maupun secara mandiri,” ungkapnya.
Kedepannya, kata dia, program peningkatan SDM akan terus digenjot dengan berbagai kegiatan dan penunjangnya. Warga Maros harus lebih dipersiapkan dengan skil yang memadai, termasuk menciptakan peluang usaha mandiri.
Selain itu, ada pula program pembuatan start up desa yang bertujuan untuk pemasaran produk-produk lokal desa yang selama ini hanya dipasarkan secara konvensional. Termasuk pemanfaatan dan pengembangan ekonomi di pondok pesantren dengan mendorong satu pesantren satu produk.
“Di visi misi saya bersama pak Muetazim, terdapat beberapa program yang telah kami siapkan. Mulai dari penyediaan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) sebagai pusat pelatihan keterampilan dan vokasi hingga program pendampingan usaha mandiri,” pungkasnya.